PENGARUH BUDAYA HAJAT LAUT TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DI CIMARI
GARUT
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Sosial Budaya
Indonesia
Dosen pengampu : Haris Subhan, S.Hi., M.Si
Disusun oleh :
Nama : Syifa Fadhilatunnisa
NIM : 1168010274
ADMINISTRASI PUBLIK
SEMESTER II/G
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017 M/ 1438 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hormat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh
Hajat Laut Terhadap Kehidupan Sosial Di Cimari Garut”.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahSistem
Sosial Budaya Indonesia. Dalam rangka
penyelesaian makalah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,untuk itu saya
ucapkan terima kasih kepada Bapak Haris Subhan, S.Hi., M.Si
selaku pembimbing sekaligus dosen pengampu mata kuliah Sistem Sosial Budaya
Indonesia dan semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Dalam penyusunan makalah ini banyak
mengalami kesulitan yang disebabkan terbatasnya pengetahuan penulis miliki,
sehingga penulis menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya butuhkan untuk
kesempurnaan karya tulis ini.
Bandung, 29 Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 4
1.1
Latar Belakang
……………………………………………………………….. 4
1.2
Rumusan Masalah …………………………………………………………… 4
1.3
Tujuan ………………………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………………. 6
2.1 Kebudayaan Hajat Laut
……………………………………………………….. 6
2.2 Proses Ritual Hajat Laut
………………………………………………………. 7
2.3 Pengaruh Budaya Hajat Laut
Terhadap Kehidupan Sosial Di Cimari (Garut)... 11
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………... 13
3.1 Simpulan
………………………………………………………………………. 13
3.2 Saran
…………………………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Garut adalah daerah yang mempunyai cukup banyak kebudayaan, adat
istiadat, bahasa dan sebagainya. Kebudayaan yang dimiliki oleh Garut salah
satunya adalah Hajat laut yang dilakukan di daerah Cimari muara. kebudayaan ini
sangat mempengaruhi kehidupan sosial didaerah Cimari, Kesederhanaan hidup
masyarakat pelabuhan Cimari Muara tidak memutuskan rasa syukur terhadap Maha
Pencipta. Salah satu bentuk syukur yang nyata, mereka tuangkan melalui ritual
hajat laut atau yang sering disebut dengan Tasyakur Nelayan. Sejak waktu yang
tidak diketahui lamanya, tasyakur nelayan menjadi media para nelayan dalam
menghormati warisan budaya leluhur juga sebagai bentuk rasa syukur akan berkah
dan rahmat yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan makalah ini, selain sebagai
salah satu tugas mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia , saya mengulasnya
dan membahasnya agar dapat menambah ilmu dan wawasan baik bagi saya dan bagi
para pembaca. Debngan demikian, pembahasan yang lebih lengkap dibahas pada bab
pembahasan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa salah satu budaya yang ada di
kabupaten Garut?
2.
Bagaimana sejarah kebudayaan hajat
laut di kabupaten Garut?
3.
Bagaimana pengaruh budaya hajat laut
terhadap kehidupan sosial di kabupaten Garut?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami budaya
yang ada di kabupaten Garut.
2.
Untuk mengetahui dan memahami
sejarah kebudayaan hajat laut di kabupaten Garut.
3.
Untuk mengetahui dan memahami
pengaruh budaya hajat laut terhadap kehidupan sosial di kabupaten Garut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan
Hajat Laut
Hajat laut
merupakan salah satu kebudayaan yang ada di Garut. Hajat laut adalah suatu
pesta nelayan yang diadakan di Laut. Hajat, yang dilakukan sebagai rasa syukur
dan terima kasih para nelayan atas rezeki yang telah didapatkan nya. Kenudayaan
hajat laut ini biasa diadakan di pelabuhan Cimari Muara , kabupaten Garut.
Pada tahun 1963, salah satu daerah pesisir pantai kecamatan
Pakenjeng diresmikan sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan yang
mencari ikan di laut lepas. Cimari Muara, nama dari pelabuhan baru ini, menjadi
salah satu pelabuhan pertama yang didirikan di sepanjang pesisir pantai
Kabupaten Garut. Sejak resmi menjadi pelabuhan, tempat ini menjadi salah satu
tumpuan harapan bagi puluhan nelayan setempat. Terletak di Desa Karangsari,
Kecamatan Pakenjeng, pelabuhan Cimari Muara selalu dipenuhi belasan perahu
milik nelayan setempat maupun nelayan dari desa tetangga. Tahun ini, tepat 51
tahun sejak pelabuhan tersebut didirikan. Menurut warga setempat, tidak banyak
perubahan yang terjadi di pelabuhan Cimari Muara sejak pertama didirikan.
Peningkatan pembangunan fasilitas di pelabuhan berjalan dengan sangat lambat,
bahkan sampai saat ini masih tidak ada pemukiman khusus nelayan yang layak di
sekitar pelabuhan. Hal tersebut yang menjadikan pelabuhan Cimari Muara diakui
lebih buruk eksistensinya dibandingkan dengan pelabuhan lain seperti yang
terdapat di pesisir Rancabuaya dan Santolo.
Pada pertengahan tahun 2010, perhatian pemerintah Kabupaten Garut
mulai bermunculan dengan adanya bantuan berupa sumbangan perahu dan
jaring-jaring yang diberikan kepada nelayan pelabuhan Cimari Muara. Menurut
Wawan
(sesepuh nelayan setempat), bantuan ini sangat berarti bagi nelayan setempat.
Dengan membaiknya fasilitas yang diperlukan nelayan dalam mencari
ikan, maka akan pula meningkatkan
kesejahteraan hidup keluarga para nelayan. Hampir 100% warga setempat memiliki
mata pencaharian sebagai nelayan, itu artinya seluruh kehidupannya digantungkan
pada kemampuan mencari ikan di laut untuk kemudian dijual dan digunakan sebagai
pemenuh kebutuhan pokok keluarga.
2.2 Proses Ritual Hajat Laut
Kesederhanaan hidup masyarakat pelabuhan Cimari Muara tidak
memutuskan rasa syukur terhadap Maha Pencipta. Salah satu bentuk syukur yang
nyata, mereka tuangkan melalui ritual hajat laut atau yang sering disebut
dengan Tasyakur Nelayan. Sejak waktu yang tidak diketahui lamanya, tasyakur
nelayan menjadi media para nelayan dalam menghormati warisan budaya leluhur
juga sebagai bentuk rasa syukur akan berkah dan rahmat yang diberikan oleh
Allah SWT.
A.
Penyembelihan Kambing
Salah satu rangkaian ritual yang
paling sakral adalah penyembelihan kambing yang dilakukan satu hari sebelum
ritual utama. Kambing yang disembelih bukan kambing sembarangan, warga setempat
menyebutnya sebagai kambing benten yang memiliki ciri khusus: berwarna hitam
dengan garis putih melingkar di pada bagian tengah tubuhnya. Warga setempat
harus mencari di seluruh pelosok Kabupaten Garut untuk mendapatkan kambing
benten, tentu saja dengan harga yang tidak murah. Sebenarnya tidak hanya harus
kambing yang bisa dijadikan hewan ritual, tetapi bisa juga memakai hewan ternak
lainnya. Seperti Sapi, kerbau dan sebagainya. Tapi karena kondisi para nelayan
yang hanya bisa membeli kambing. Jadi kebiasaan dalam hajat laut ini
menyembelih kambing saja.
Sejauh ini tidak ada
makna mendalam dari dilakukannya penyembelihan kambing sebagai salah satu
rangkaian ritual upacara adat. Masyarakat setempat hanya meyakini bahwa
menjalankan apa yang selalu dijalankan oleh para leluhur merupakan salah
satu cara untuk menghormati mereka. Termasuk dalam hal menyembelih kambing.
Kambing yang disembelih kemudian dagingnya akan diolah menjadi masakan yang
akan dikonsumsi bersama oleh warga setempat.
Sebenarnya terdapat
perubahan cara dalam memperlakukan kambing yang disembelih ini. Konon pada
zaman dahulu, kepala kambing yang disembelih akan kemudian diikutsertakan
dengan sesajen lainnya untuk dihanyutkan ke laut lepas. Namun, beberapa
tahun ini kebiasaan itu berubah dengan dikuburkannya kepala kambing di tanah
sekitar pemukiman warga.
B.
Ritual Melarung Jampana
Jampana merupakan sebuah tandu yang
dihias sedemikian rupa dan diisi dengan berbagai macam isi tergantung jenis
acara yang dilaksanakan. Di daerah pantai di Garut jampana ini biasa disebut Dongdang.
Dalam setiap Hajat Laut di Garut, isi dari jampana ini tidak jauh berbeda. Di
Cimari, Jampana disimpan di sebuah tempat yang biasa digunakan warga untuk
bermusyawarah, semacam aula yang sangat sederhana, dibuat dan didekorasi pula
disini. Proses pelarungan jampana dimulai dari pembuatan, pendekorasian,
pengisian, pengangkatan ke perahu, dibawanya jampana ke tengah laut, dan
pelarungan jampana.
Pembuatan jampana dan dekorasinya dilaksakan oleh bapak-bapak
nelayan, bukan hanya jampana yang dihias namun perahu yang membawa jampana ke
tengah laut juga dihias senada dengan jampana.
Pada Tasyakur Nelayan Cimari sendiri
jampana diisi dengan makanan, minuman, perlengkapan wanita lengkap dari ujung
rambut hingga ujung kaki. Perlengkapan wanita ini berupa kerudung, satu stel
baju, kaos kaki, sepatu yang semuanya berwarna hijau, lalu aksesoris seperti
anting, kalung, gelang, cincin yang semuanya terbuat dari emas. Pakaian yang
dimasukkan kedalam jampana juga idealnya terbuat dari kain sutra, kain terbaik.
Namun semua itu bergantung pada ketersediaan dana dari nelayan sendiri, tidak
ada keharusan. Nelayan di Cimari percaya bahwa pantai mereka dijaga oleh Nyi
Roro Kidul, sehingga mereka berusaha memberikan persembahan yang terbaik. Orang
yang mengisi jampana ini bukan orang sembarangan, melainkan orang yang sudah
menjadi kepercayaan sesepuh desa.
Di Cimari, orang kepercayaan itu adalah Bapak
Itang, masyarakat setempat menyebut beliau sebagai kuncen. Bapak yang telah
menginjak umur paruh baya ini pulalah yang kemudian akan berada di perahu utama
untuk melarung jampana. Sambil memasukkan barang-barang kedalam jampana, beliau
melakukan ritual terlebih dahulu seperti salah satunya membacakan doa.
Barang-barang ini dimasukkan sekitar dua jam sebelum diangkat ke kapal dan
kemudian dilepaskan ke tengah laut. Sekitar pukul sembilan pagi, jampana
diangkat ke perahu utama yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah semua
perahu yang akan turut mendampingi pelarungan jampana siap, perahu utama pun
berangkat ke tengah laut. Total perahu yang ikut dalam ritual melarung jampana
ini adalah berjumlah 7 perahu.
Tidak ada batasan atau ketentuan mengenai jumlah perahu yang
diperbolehkan mengikuti ritual, bahkan semakinbanyak semakin baik, itu yang
dipercayai oleh masyarakat setempat. Jampana akan dibawa sejauh ± setengah mil
dari pesisir pantai. Setibanya di titik yang telah ditentukan, berdasarkan
instruksi dari kuncen semua perahu diputarkan ke arah kanan sebanyak tiga kali,
setelah itu perahu utama dibawa ke tengah (pusat lingkaran) sedang yang lain
tetap berputar mengitari perahu utama. Selama beberapa waktu, saat masih di
pusat lingkaran, kuncen mendekati jampana di atas perahu utama bagian depan,
lalu sedikit mengorek isi jampana sambil membaca suatu jampijampi. Bau kemenyan
mulai merebak di sekitar perahu, salah satu bagian dari ritual. Setelah dirasa
cukup, kuncen memanggil salah satu awak dari perahu yang sama untuk membantunya
mengangkat jampana dan melarungnya ke laut.
Setelah jampana mengapung,
perahu-perahu pengiring berhenti berputar dan mulai mendekati jampana yang
telah dilepas ke laut. Para nelayan yang sebelumnya telah membekali diri dengan
botol kosong mulai mengisinya dengan air laut sekitar jampana yang dipercaya
mengandung berkah. Setelah itu semua perahu meninggalkan jampana di tengah
lautanuntuk kembali ke darat dengan posisi dibalik,
dimana perahu utama baru mendarat setelah semua perahu pengiring naik ke darat.
C.
Memaknai Hajat Laut
Nelayan di Cimari merupakan nelayan
yang kehidupannya sangat sederhana, mereka mencari ikan dengan satu niat yaitu
untuk bertahan hidup, maka mereka selalu merasa cukup dengan apa yang mereka
dapatkan, yang penting kebutuhannya terpenuhi. Meskipun hidup dalam
kesederhanaan, nelayan di Cimari tidak pernah meninggalkan kebiasaan yang telah
diwariskan oleh nenek moyangnya pada mereka. Nelayan Cimari selalu mengumpulkan
sebagian uang hasil penangkapan ikan mereka untuk melaksanakan Tasyakur
Nelayan. Sebuah tradisi yang oleh warga Cimari dianggap sebagai perayaan hari
ulang tahun nelayan Cimari. Melalui tasyakur nelayan, masyarakat pelabuhan
Cimari Muara menggantukan 3 harapan utama yaitu: a. Peningkatan Penghasilan b.
Peningkatan Keselamatan c. Peningkatan Perhatian Tasyakur Nelayan dijadikan
sebagai media permohonan kepada sang Pencipta akan ditingkatkannya penghasilan
para nelayan setempat. Menurut Wawan (52), tasyakur laut merupakan bukti rasa
syukur nelayan setempat.
“Banyak bersyukur, bertambahlah rezekinya. Setelah tasyakur, tangkapan ikan
nelayan selalu bertambah banyak”. Hal tersebut yang dipercayai oleh sebagian
besar warga pelabuhan Cimari Muara.
Nelayan Cimari tidak bermaksud
menyekutukan Tuhan, mereka hanya menjalankan tradisi yang telah diwariskan
nenek moyangnya sejak dahulu. Dengan niat yang kuat dan teguh, mereka terus
menjalankan warisan dari nenek moyangnya ini dengan harapan yang mulia meskipun
mereka sendiri kadang kekurangan dan hidup dengan sederhana.
2.3 Pengaruh Budaya Hajat Laut terhadap Kehidupan Sosial di Cimari
( Garut )
Sudah dibahas
sebelumnya , bahwa kebudayaan hajat laut adalah tradisi atau kebudayaan yang
biasa dilakukan di Cimari, kabupaten garut. Kebudayaan ini merupakan kebudayaan
untuk mensyukuri nikmat dan rezeki yang telah diberikan oleh sang Maha
Pencipta. Selain itu kebudayaan ini juga mempunyai tujuan dalam
penyelenggaraannya, yaitu sebagai permohonan atau harapan agar masyarakat
tersebut bisa mendapatkan peningkatan-peningkatan, diantaranya yaitu :
peningkatan pengahasilan, peningkatan keselamatan, dan peningkatan perhatian.
Pengaruh kebudayaan hajat laut terhadap kehidupan sosial masyarakat
daerah Cimari kabupaten garut ini sangatlah baik, tetapi ada juga sebagian yang
berpendapat bahwa melakukan tradisi ini tidaklah baik.
Kebudayaan hajat laut ini begitu baik pengaruhnya terhadap
kehidupan sosial masyarak Cimari. Dengan adanya hajat laut ini bisa mempererat
tali silaturahmi diantara masyarakat karenanya ketika melaksanakan hajat laut
ini seluruh masyarakat gotong royong dan bekerjasama dalam proses pelaksanaan
kebudayaan ini. Kemudian, dengan adanya hajat laut ini, bisa mensyukuri atas
nikmat yang telah Allah SWT berikan, dengan memberikan semua barang dan makanan
(sesajen) itu untuk saling berbagi terhadap sesama makhluk. Pengaruh yang baik
juga dari kebudayaan Hajat Laut ini terhadap kehidupan sosial masyarakat Cimari
yaitu, seperti yang tadi telah disebutkan bahwa tujuan dari diadakannya hajat
laut ini yaitu untuk permohonan atau harapan agar adanya peningkatan
penghasilan, peningkatan keselamatan dan peningkatan perhatian. Menurut
beberapa orang atau sesepuh didaerah cimari, biasanya setelah diadakannya
upacara hajat laut ini selalu terjadi peningkatan-peningkatan, baik dari
penghasilan, keselamatan dan perhatian. Ini merupakan bentuk yang sangat
disyukuri oleh para masyarakat didaerah Cimari kabupaten Garut.
Selain beberapa
pengaruh yang baik atas kebudayaan hajat laut ini, ada juga pengaruh buruknya.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa melakukan hajat laut ini karena untuk
memberikan sesajen dan terimakasih kepada ratu yang menjaga laut kidul
tersebut. Masih ada yang percaya bahwa didalam laut ada sebuah kerajaan yang
menguasai laut. Dan ada pula ratunya yang disebut Ratu Nyi Roro Kidul.
Pendapat tersebut berpengaruh terhadap keimanan masyarakat Cimari,
tetapi kebanyakan masyarakat tersebut sudah tidak percaya akan hal itu.
Sebenarnya masyarakat didaerah pesisir seperti Cimari ini pasti mengalami hal
ini. Mereka percaya akan adanya penghuni didalam laut, yaitu ciptaan Allah SWT.
Dengan adanya keyakinan bahwa semua makhluk diciptakan Allah SWT, mereka
percaya bahwa dengan hajat laut ini selain melakukan tradisi turun-temurun,
tetapi juga menjadikannya sebagai tasyakur bin nikmat atas rezeki, keselamatan
dan semua keberkahan yang telah diperoleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hajat laut adalah kebudayaan yang
biasa dilakukan didaerah pesisir ,seperti halnya di kabupaten Garut ada tradisi
hajat laut yang dilakukan didaerah Cimari kabupaten garut. Kebudayaan ini
merupakan kebudayaan yang dilakukan untuk mensyukuri nikmat yang telah
diberikan Allah SWT kepada para masyarakat daerah Cimari. Selain sebagai bentuk
tasyakur bin nikmat, budaya ini dilakukan untuk mengaharapkan sebuah
peningkatan penghasilan, peningakatan keselamatan dan juga peningkatan
perhatian. Pengaruh kebudayaan hajat laut terhadap kehidupan sosial daerah
cimari ini begitu baik, dengan adanya tradisi atau kebudayaan ini, masyarakat
Cimari bisa lebih mempererat tali silaturrahmi, bisa memberikan rasa syukur
kepada sang Maha Pencipta , dan juga dengan adanya kebudayaan ini masyarakat
Cimari bisa berbagi sesama makhluk.
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat dan
semoga dengan makalah ini bisa membantu para pembaca dalam memecahkan suatu
permasalahan baik dalam pelajaran ataupun juga pengetahuan. Makalah ini jauh
dari kata sempurna, maka dari itu saya selaku penulis meminta saran kepada para
pembaca, agar saya bisa memperbaiki dan melengkapinya menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA